RUU TNI Menguatkan Prinsip Demokrasi
Disahkannya Revisi Undang-Undang (RUU) TNI oleh DPR RI, menuai kontroversi dan memancing banyak gerakan penolakan di sejumlah daerah di tanah air, termasuk di Provinsi NTB.
Hal ini mendorong Barisan Pemuda Bima Nusantara (Bardam Nusa) menggelar diskusi publik bertajuk, 'RUU TNI: Negara Kuat dengan tetap Mengedepankan Prinsip Demokrasi', Kamis (27/03/2025) sore di Kedai Kopi Joki, Kota Mataram. Kegiatan ini berlangsung sekitar dua jam dan diakhiri berbuka puasa bersama.
Hadir dalam diskusi tersebut sejumlah akademisi, aktivis, jurnalis, ormas, dan mahasiswa. Dengan total, 50 peserta. Kegiatan ini diselenggarakan secara luring maupun daring. Diskusi itu juga menghadirkan narasumber dari praktisi hukum, Jonson Parulian Hottua.
Dalam sambutannya, Imam Santoso selaku Nakhoda Bardam Nusa menilai, RUU TNI harus dipandang sebagai langkah strategis demi memperkuat pertahanan negara, tanpa mengesampingkan nilai-nilai demokrasi.
Sehingga pembahasan revisi UU TNI perlu dilakukan secara objektif agar tidak menimbulkan mispersepsi di masyarakat.
"Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah kekhawatiran terhadap potensi kembalinya Dwi Fungsi TNI, akibat perluasan peran prajurit aktif dalam jabatan sipil di kementerian dan lembaga negara," bebernya.
Praktisi hukum, Jonson Parulian Hottua menyebut, bahwa perbedaan pandangan dalam berdemokrasi merupakan hal yang wajar. Kendati demikian, pembahasan revisi UU TNI perlu dilakukan secara objektif sehingga tidak menimbulkan mispersepsi dan kekhawatiran masyarakat.
"Salah satunya kekhawatiran kembalinya Dwi Fungsi TNI," ujarnya.
Dia kemudian menyoroti dampak RUU TNI terhadap supremasi sipil dan demokrasi. Sejumlah pihak berasumsi bahwa perubahan ini dapat menggeser keseimbangan antara otoritas militer dan sipil.
Terutama dalam konteks Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang kini mencakup 16 tugas. Termasuk penanggulangan ancaman siber dan perlindungan kepentingan nasional di luar negeri.
Di sisi lain, perubahan ini dianggap sebagai bentuk adaptasi terhadap dinamika ancaman kontemporer yang semakin kompleks.
Salah satu aspek yang menurutnya penting untuk dibahas adalah perubahan usia pensiun prajurit TNI, disesuaikan dengan kebutuhan organisasi serta perkembangan teknologi pertahanan.
"Perubahan ini relevan, mengingat perang modern semakin berorientasi pada strategi berbasis teknologi dan siber," ujarnya.
Dibutuhkan personel yang memiliki pengalaman serta keahlian khusus dalam bidang tersebut. Dalam konteks ini, TNI diharapkan tetap menjadi institusi profesional yang adaptif terhadap tantangan zaman.
Karenanya ia menegaskan, RUU TNI bukanlah upaya untuk mengembalikan Dwi Fungsi TNI, melainkan bagian dari modernisasi sistem pertahanan negara agar lebih adaptif terhadap perkembangan zaman.
"Tingginya tingkat kepercayaan publik terhadap TNI, sebagaimana tercermin dalam berbagai survei, menjadi bukti bahwa profesionalisme institusi ini tetap terjaga. Sehingga, keseimbangan antara kekuatan pertahanan negara dan sistem demokrasi harus terus dipertahankan," jelasnya.
Klaim Jabatan Sipil Diisi Koruptor
Dalam sesi diskusi, aktivis senior NTB, Achmad Sahib, menyoroti banyaknya jabatan sipil justru diisi oleh oknum yang terlibat korupsi. Makna dari pernyataan itu, kata Sahib, mewakili pikiran dirinya yang menilai keadaan negara ini terlihat makin parah.
"Ini akibat sistem tata kelola pemerintahan yang melibatkan para pejabat negara yang menduduki jabatan, hanya dilandasi oleh balas budi atas Investasi Politik, tanpa dilandasi Prestasi, bekal kemampuan yang teruji dan bermutu," tegasnya.
Sahib juga membenarkan bahwa hasil survey memang menempatkan TNI pada posisi yang mencapai 92 persen. Ini berarti rakyat Indonesia menggantungkan nafas terakhir dari masa depan bangsa di tubuh TNI.
"Satu hal yang menjadi tugas pokok TNI sesuai amanat Konstitusi. Yaitu mempertahankan kedaulatan negara, sebagai tanggung jawab yang paling utama. Sebab ancaman kedaulatan negara sepertinya tidak bisa ditutup-tutupi lagi," timpalnya.
Begitu pula dengan kasus penguasaan Kekayaan alam dengan modus eksplorasi maupun ekploitasi yang dilakukan perusahaan asing secara ilegal, tidak sepatutnya diberi ampun dengan dalih apapun.
"Maka sebagai rakyat kelas bawah, saya berharap TNI bisa mempertahankan amanat kepercayaan rakyat, tetapi tidak berarti menjaga penderitaan rakyat," tandas Sahib dengan suara lantang.
Tulis Komentar